Ketika ilmu pengetahuan dan agama selalu dibenturkan, Dalai Lama justru
memilih melakukan pendekatan berbeda.
Tiap tahun Lama mengundang sekelompok peneliti ke kediamannya di Dharamsala,
India Utara. Mereka diundang untuk mendiskusikan mengenai pekerjaannya dan
bagaimana Buddhisme mungkin dapat berperan.
Para ilmuwan kemudian melaporkan pekerjaan mereka, termasuk menyelidiki
biksu-biksu Buddha dengan arahan Dalai Lama. Dia dan para sarjana Buddha
juta membicarakan mengenai pengalaman mereka sendiri tentang bgaimana
latihan mental dapat membentuk ulang otak.
Setelah itu, terbitlah buku baru berjudul "Train Your Mind, Change your
Brain" atau "Latihan Pikiranmu, Rubah Otakmu" yang menggambarkan pertemuan
di Dharamsala dan ilmu pengetahuan yang terkuak di belakangnya. Buku itu
ditulis Sharon Begley.
Menurur Lama, pakar otak selalu kesulitan menjelaskan kemungkinan bahwa
pikiran yang dihasilkan otak dapat juga berpengaruh melakukan perubahan di
otak. Dengan kata lain, pikiran dapat berbalik merubah aktivitas, dan
struktur otak. Pada titik ini, pakar otak mengatakan tidak mungkin pikiran
dapat mengubah struktur otak.
"Tapi saya terus memikirkannya bahwa belum ada dasar olmu pengetahuan untuk
membenarkan klaim tersebut. Saya sangat tertarik dengan pikiran itu sendiri,
dan pikiran yang tak tampak mungkin dapat berpengaruh pada otak", ungkap
Lama.
Maka, Dalai Lama pun mengawali revolusi penelitian otak. Sejak 1990-an,
Dalai Lama mengirimkan biksu-biksu Budha untuk mengikuti penelitian otak.
Semua biksu itu telah memiliki jam terbang meditasi yang panjang, sedikitnya
10.000 jam meditasi hingga lebih dari 55.000 jam.
Satu per satu mereka dites di laboratorium otak Profesor Richard Davidson di
University Of Wisconsin, Madison, AS. Sebanyak 256 kawat elektroda dipasang
menempel di kulit kepala mereka. Kawat itu dihubungkan ke alat
electroencephalogra ph yang berfungsi merekam gelombang otak.
Gelombang gamma muncul dengan meditasi. Bahkan ketika mereka beristirahat di
antara meditasi, gelombang gamma masih bekerja di otak. Dan meskipun tidak
bermeditasi, otak mereka berbeda dari otak orang yang tak pernah
bermeditasi. Dan ketika berberapa jam latihan meditasi, gelombang gamma bisa
muncul dan menguat.
"Itu memberi kami kepercayaan diri bahwa perubahan struktur otak dihasilkan
dengan latihan mental, "ungkap Profesor Richard Davidson. Profesor Richard
Davidson menggunakan FMRI untuk mendeteksi wilayah otak para biksu yang
aktif ketika bermeditasi. Otak biksu itu bekerja di daerah emosi, pengatur
gerak, rasa positif, dan bahagia. Dengan meditasi itu mereka menjadi tenang,
terbuka pikiran, dan hati untuk orang lain. Di wilayah itu pula emosi
negatif, kesedihan, dan kegelisahan mereda.
Maka itu dapat menjelaskan mengapa rahib dan orang biasa berbeda. Para rahib
banyak mengaktifkan wilayah otak yang disebut insula dan caudate kanan.
Daerah itu berhubungan dengan kontrol emosi sehingga seseorang lebih
berempati dan mencintai.
Biksu dengan praktek meditasi lebih dari 55.000 jam menunjukkan perubahan
otak yang sangat dramatis. Latihan mental yang ketat itu telah membuat
otaknya menciptakan empati dan belas kasih.
"Ini pencapaian positif bahwa keahlian itu dapat dilatih. Penelitian
sebelumnya berpegang bahwa respons emosi merupakan kemampuan statis pada
orang dewasa. Tapi penemuan ini menunjukkan bahwa meditasi dapat merubah
fungsi otak dalam jangka yang panjang," ungkap Profesor Richard Davidson.
(WSJ/CR-14)
Seputar Indonesia, International, Sabtu 20 Januari 2007,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar